fbpx
Asep Retno Wedding

2010 – 2019: Satu Dekade Ini, Ngapain ‘Aja?

2019 akan segera usai… Kilas balik 1 dekade terakhir dalam hidup saya.

Semarang

2010

Aku masih duduk di bangku kuliah saat itu. Selain kuliah, aku juga aktif di organisasi kampus bernama Doscom — kependekan dari Dinus Open Source Community. Selain sibuk berorganisasi juga tentunya sibuk pacaran dengan seorang anggota organisasi… 🤭


2011

Lupa tahun ini ‘ngapain aja… Yang jelas, masih sibuk kuliah dan pacaran juga! 🤣 Tapi, kalau mesti jujur, aku nggak terlalu ingat apa saja yang terjadi di hidup aku di tahun ini.


2012

Patah hati, karena putus sama pacar jaman kuliah itu. 😢 Lalu di tengah tahun, bertemu dengan pria yang sekarang jadi suami, Asep Bagja. Tahun ini aku masih sibuk kuliah karena sempat cuti beberapa kali akibat keasikan bekerja. Iya, kuliahku hampir 6 tahun lamanya. 🙊 Tiga tahun di dekade ini saya habiskan dengan urusan hati yang tidak produktif, dan membawa pelajaran pahit. Tapi… itulah hidup, tidak selalu manis seperti gula. 🍰

Di tahun ini, aku punya adik perempuan (half-sister) baru. Ia lahir di bulan Juni tanggal 20. Kami sekeluarga “urunan” nama: Nadira Ayumi Mutiara Salsabila.


2013

Tahun ini aku disibukkan dengan tenggat waktu untuk menyelesaikan skripsi. Dosen wali sudah mengultimatum agar aku cepat menyelesaikan studi sebelum kena “pemutihan” di kampus. Pemutihan ini artinya aku tidak bisa lagi mengulang mata kuliah yang nilainya jelek, jadi harus ikut dari awal lagi. Lagian, sudah 5 tahun kuliah, saya sudah bosan, ingin segera lulus.

Di bulan November 2013, akhirnya aku lulus. Nggak, aku nggak dapat cumlaude. Aku bukan tipe mahasiswa cerdas dengan nilai tinggi di kampus. Buatku, nilai di tengah-tengah itu tidak masalah, asal aku punya kesempatan untuk belajar hal lain dan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya. 😌

Dan di Bulan Desember, kekasihku dan keluarganya datang melamar… Yay! 💕 Sampai di tahap ini, sebenarnya banyak sekali yang terjadi. Yang jelas, kami berdua sibuk mengumpulkan biaya nikah. Walaupun sebagian juga dibantu oleh keluarga masing-masing, tapi ada juga yang harus kami sediakan sendiri. Cukup berat, karena waktu itu perusahaan suami baru saja bangkrut, sehingga ia harus memulai lagi dari awal. Yah, namanya juga hidup… 🤷🏻‍♀️


Semarang & Jakarta

2014

Di bulan Mei, akhirnya aku dan pak Asep Bagja MENIKAH! 🎊🤵🏻👰🏻 🎊 Adikku, Faisal Rahman yang jadi wali nikah. Iya, ayahku sudah meninggal. Sedangkan kakak laki-laki almarhum ayahku beragama Katolik, jadi tidak bisa menikahkan kami. 😄

Setelah menikah, kami tidak langsung tinggal serumah. Suami kembali ke Jakarta, sedangkan aku masih di Semarang. Kami LDM — Long Distance Marriage — karena memang kondisinya belum memungkinkan untuk aku bisa pindah. Kondisi keuangan memang belum baik, baik personal maupun perusahaan, jadi ya tunggu sajalah beberapa bulan untuk mengumpulkan modal. Hehehe…

Di bulan September, setelah Hari Raya Idul Fitri, barulah aku pindah ke Jakarta bersama suami. Kami memutuskan untuk tinggal di apartemen di daerah Jakarta Selatan. Waktu itu aku masih bekerja remote juga, jadi kami cuma butuh tempat tinggal yang fleksibel.


JakSel – TangSel

2015

Tahun ini dimulai dengan bekerja di… BUKALAPAK! 💃🏻 Walaupun sebenarnya aku tidak terlalu lama bergabung disana, cukup banyak pelajaran yang saya petik selama bergabung di BL. Kenapa aku berhenti? Aku merasa tidak cocok dengan bekerja di perusahaan saja, lebih senang bekerja freelance, atau membangun bisnis sendiri.

Di tahun ini juga aku dan suami mulai mengulik ide berkebun urban yang iseng kami beri nama: Tanibox. Waktu itu hanya kepikiran untuk membuat alat tanam yang bisa digunakan di ruangan kecil seperti apartemen. Tapi karena ilmu kami nol besar soal hidroponik, gagal deh berkebun di apartemen nya! 🙈

Di Q3 kami pindah ke Tangerang Selatan. Kantornya Froyo memang aslinya disana. Hanya karena aku sempat bekerja di BL yang berkantor di Kemang, makanya kami tinggal di Jaksel. Tapi lama-lama nggak tahan juga dan kasihan sama suami karena harus menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk pulang-pergi ke kantor. Akhirnya, nyewa rumah deh di Tangsel, di sekitar Ceger. Nggak sanggup ngontrak di Bintaro, harga sewanya mihiiilll… 💸💸💸

Rumah sewa pertama kali. Mulai dari sini belajar menyusun preferensi rumah yang tepat gara-gara banyak banget ngawur dan salahnya~ 😆

Dan berkat menyewa rumah ini, kami jadi bisa mulai berkebun di greenhouse alakadarnya! 💃🏻


2016

Tahun ini adalah tahun sabbatical aku, alias cuti panjang. Saya mulai memasuki usia ke-28, dimana usia ini seseorang rawan terkena krisis seperempat abad.

Dan benar saja, aku terkena krisis serupa. 🙈

Kesibukanku sehari-hari hanyalah berkutat di greenhouse kecil yang dibangun bersama suami, membaca berbagai buku, belajar bahasa Swedia, dan bermain bersama kucing-kucing saja.

Di pertengahan tahun, suami mulai terpapar tentang Estonia dan kemajuan teknologinya. Kami pun mulai mengembangkan perangkat lunak untuk membantu kami di kebun yang kemudian kami beri nama Tania. Perangkat lunak ini kami rilis sebagai proyek kode sumber terbuka.


2017

Masih galau dengan tujuan hidup. Sembari mengisi waktu luang, asik belajar merajut. Aku berkenalan dengan dunia rajutan melalui sekelompok ibu-ibu paruh baya gaul di Craft Studio 11. Aku pun sempat membantu tante Silvi, owner toko benang ini, untuk memasarkan produknya di Tokopedia, dan ternyata masih berjalan hingga hari ini. 🥰

Hobi merajut ini ternyata cukup produktif. Aku bisa membuat syal, topi, cowl, bahkan hingga poncho sendiri.

Akhir Q2 suami memutuskan untuk mengakhiri kerjasama bisnis bersama rekannya di Froyo Story. Ia sudah tidak betah lagi disana, karena visi hidupnya sudah berubah. Thanks to his midlife crisis, he now understands that agency life is no more his life!😆 Seluruh kepemilikan saham dijual, dan hasil penjualan itu kami jadikan modal untuk petualangan bisnis kami selanjutnya.

Setelah exit, kami memutuskan untuk mendaftarkan perusahaan di Estonia. Kisah lebih lengkapnya bisa kamu baca di tulisan suami disini. Kami sebenarnya sudah mendaftarkan badan usaha PT di Indonesia sejak bulan Februari, namun sampai akhir Q3 di tahun inipun belum selesai juga, malah perusahaan Estonia yang langsung selesai kurang dari 1 hari. 🤬🤬🤬 Aku sungguh muak dengan birokrasi di Indonesia.

Winter in Europe

Q3 di tahun ini, kami iseng mendaftar ke WebSummit, sebuah ajang konferensi dan eksibisi startup internasional yang diadakan di Lisbon, Portugal sejak tahun 2015. Tak disangka, kami mendapat tiket masuk ke Alpha Startup WebSummit, dan bisa ikut eksibisi 2 hari. Jadilah, kami memutuskan untuk berangkat ke Lisbon dengan modal hasil jual perusahaan sebelumnya. Wah, gila deh! Benar-benar nggak pakai mikir waktu itu… 💆🏻‍♀️


TangSel & Bali

2018

Q1 di tahun ini, kami memutuskan untuk hengkang dari TangSel, dan mulai petualangan baru dengan … pindah ke Bali! 😎 Bukan karena apa-apa, di Tangsel susah untuk menjalankan bisnis pertanian. Selain itu, biaya hidupnya jauh lebih tinggi. Hey, jangan kira kami pindah ke Bali lalu berubah jadi digital nomads yang tinggalnya di Canggu / Ubud / Seminyak, ya! We cannot afford that, and even if we can, we don’t want to live there!

Tapi ternyata, tahun ini adalah tahun terburuk kami. Masuk ke Q3, uang modal kami sudah hampir habis, kami salah perhitungan bisnis, sehingga harus mem-PHK karyawan. Ini benar-benar adalah pengalaman terburuk sepanjang perjalanan kami berdua. But alas, I never regret a single thing about this idea that we want to pursue. I thought, “Hey, it’s just a few setbacks. We can still do it.” Ya walaupun sebenarnya saat itu juga aku nggak lantas berfikir begitu, sih.

Ada fase dimana aku seperti terkena anxiety disorder. Susah tidur, sedih berkepanjangan, tidak bisa berfikir jernih, dan tentunya beberapa kali kami harus puasa. 😣 Akhirnya kami memutuskan untuk jeda sejenak mengurusi Tanibox. Kami harus mencari sumber penghasilan yang lebih sustainable dulu. Jadilah, kami memutuskan untuk membangun Chloè & Matt—firma pengembangan dan strategi produk digital.

2019

Tema tahun ini: survival year. Yang penting bertahan hidup. Firma baru kami ini ternyata jauh lebih menghasilkan daripada Tanibox. Tapi tanpa kehadiran Tanibox, kami juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam menjalankan Chloè & Matt.

Dan untungnya, sejak tahun 2016 Tania sudah kami jadikan proyek kode sumber terbuka. Ada banyak sekali orang-orang yang menggunakannya. Dan dari situlah kami bertemu dengan rekan-rekan bisnis kami saat ini. Banyak sekali relasi yang kami dapatkan berkat ini.

Kami tidak menyerah soal Tanibox. Kami tetap menjalankan bisnis ini bersamaan dengan Chloè & Matt. Kami percaya, masa depan agtech masih terbuka sangat lebar. Proposisi yang kami tawarkan mulai menemukan pasarnya sendiri. Dari sini, aku percaya, tidak ada pendiri startup yang tidak mengalami struggle dalam menjalankan startup pertamanya. Dan aku selalu percaya, selama kita punya grit, persistence, and resilience, kami akan sukses di bidang yang kami pilih ini.


Lalu, bagaimana denganmu?



Comments

Give a Nice Comment Here